CITRAINDONESIANEWS.COM,- Sidang perkara tipikor subsidi Pemkab MBD bagi operasional KMP Marsela yang dikelola PT Kalwedo tahun 2016-2017 kembali menghadirkan terdakwa Lucas Tapilouw, Joice Junita Lerrick dan Billy Ratuhanlory. Sidang berlangsung menarik.
Hakim ketua Cristina Tetelepta minta sidang difokuskan pada perkara tahun 2016-2017. Tapi salah satu hakim anggota menyinggung perkara tahun 2012-2014, ketika Direktur PT Kalwedo dijabat Benyamin Thomas Noach yang adalah Bupati Maluku Barat Daya (MBD) saat ini.
“Kalau pa Mat Attamimi seng potong beta pertanyaan, maka katong cikar sampe besok jua masih mampu kawan e,” ujar Yustin Tuny penasehat hukum terdakwa Lucas Tapilouw kepada wartwan media ini sesudah persidangan Jumat (21/1) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Ambon.
Suasana persidangan dengan agenda pemeriksaan ketiga saksi relatif memanas. Cercaran pertanyaan panasehat hukum terdakwa Lucas Tapilouw terhadap ketiga saksi ini terkesan hendak menggali fakta perbuatan pihak lain. Hal itu dilakukan untuk membuktikan kalau klienya Lucas Tapilouw tidak sendiri berperan dalam skandal korupsi atas “suntikan” modal daerah di PT Kalwedo sejak tahun 2012-2017.
Yustin menjelaskan kliennya Lucas Tapilouw menjabat Plt Dirut PT Kalwedo pada Oktober tahun 2015 – Oktober tahun 2016. Sebelum digantikan oleh Billy Ratuhanlory Oktober 2016 sampai tahun 2017. Sedang di tahun 2012-2015 Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemkab MBD itu dipimpin Benyamin Thomas Noach (BTN) sebagaimana pengakuan ketiga saksi di persidangan.
Sejak awal, baik majelis hakim dan tim penasehat hukum ketiga terdakwa fokus pada perkara tahun 2016-2017. Namum, entah mengapa JPU Ahmad Attamimi menanyakan ke saksi persoalan tahun 2012-2015. Yustin lalu melihat itu sebagai peluang. Dia lalu mengikuti saja setiap alur pertanyaan Attamimi terhadap para saksi, Christina Katipana, Yance Dahaklory dan Obeth Kwara.
Anehnya, di pertengahan sidang saat giliran Yustin mempertanyakan saksi Christina Katipana soal bukti pencairan dana tahun 2013 berupa SP2D yang tidak sama dengan bukti tahun 2014, JPU Ahmad Attamimi langsung menyela. Dia meminta hakim ketua agar mengingatkan penasehat hukum terdakwa Lucas Tapilouw itu tidak menanyakan hal-hal yang terjadi pada tahun-tahun itu di PT Kalwedo.
Penyampaian Yustin ke saksi bendahara pengeluaran PT Kalwedo ini, bahwa di tahun 2014 ada bukti cek banking dana mengalir ke rekening atas nama CV Agnes. Tidak seperti di tahun 2013 yang mana pencairan dana penyertaan modal Pemkab MBD tahun 2014 dana lebih dulu masuk ke rekening Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) sebelum “pemindahbukuan” oleh saksi Christina Katipana ke rekening PT Kalwedo.
“Kami ada bukti SP2D-nya,” kata Yustin Tuny kepada saksi.
Tapi saksi Christina Katipana yang menjabat tahun 2013-2016 mengaku tidak tahu. Anehnya saat bukti SP2D senilai Rp 2 miliar itu hendak ditunjukkan, JPU Ahmad Attamimi spontan memotong pernyataan Yustin soal bukti tersebut. Bahkan Attamimi langsung meminta hakim ketua agar bukti tidak dikaitkan dengan saksi.
CV Agnes diketahui merupakan perusahaan penyedia barang/jasa milik kontraktor Semy Theodorus. Semy juga pemilik Penginapan Scorpion di daerah itu. Tepatnya di Tiakur Pulau Moa.
“Iya kita fokus saja pada dakwaan jaksa penuntut umum. Yaitu dugaan korupsi pada KMP Marsela di tahun 2016-2017 ya. Majelis hanya memeriksa sesuai dakwaan jaksa dan tidak boleh keluar dari itu,” tandas Hakim Ketua Cristina Tetelepta menyambung permintaan Attamimi.
Menurut Cristina Tetelepta majelis hakim ingin buktikan perbuatan para terdakwa apakah sesuai dakwaan jaksa atau kah seperti apa. Namun Yustin Tuny menjelaskan kalau pihaknya bersandar pada pertanyaan JPU seputar tahun 2012-2014, maka seharusnya hal itu dibuka di depan persidangan.
“Makanya sekalian kami mohon kasus 2012-2015 itu harus dibuka yang mulia, dan menjadi catatan persidangan, terimakasih,” ujar penasehat hukum terdakwa Lucas Tapilouw itu sebelum sidang dilanjutkan kembali.
Sidang kemudian dilanjutkan, kali ini giliran hakim anggota Agustina Lamabelawa mencercar ketiga saksi. Tapi semua saksi hanya mengaku tidak tahu. Yang paling mengherankan jawaban saksi Noke Kwara dari SKPKD Pemkab MBD.
Menurut hakim adhock tipikor itu, dana penyertaan modal kucuran Pemkab MBD sejak tahun 2012 dengan total Rp 10 miliar itu bukan uang sedikit. Sebagai pengawas semua aset daerah yang berkaitan dengan uang daerah mestinya saksi proaktif mengawasi pengoperasian KMP Marsela oleh pihak PT Kalwedo. Tapi jawaban saksi terkesan mengambang, tidak memberikan jawaban pasti.
Hakim anggota ini lalu menyinggung pengelolaan KMP Marsela tahun 2016 ternyata tidak ada laporan pertanggungjawaban ke Pemkab MBD. Menurutnya pengelolaan Fery tersebut terkait deviden atau bagi hasil keuntungan. Tapi saksi yang seharusnya ikut bertanggungjawab dalam masalah ini tidak menjawab.
Menurut hakim Agustina, tidak mungkin saksi tidak tahu karena dari tupoksi, saksi punya tugas mengawasi pengelolaan KMP Marsela. “Tidak beroperasinya KMP Marsela, lalu itu barang disembunyikan dimana? Oke katakan tidak tahu, tapi minimal harus tau kapal itu dioperasikan tidak?,” ujar hakim Agustina.
“Terkait tugas sodara mengelola keuangan, karena ceritanya kita punya aset KMP Marsela nih. Yang otoritasnya sesuai SK Bupati ada di bawah pengawasan sodara. Artinya jaksa hadirkan sodara di di sini bukan untuk bilang tidak tahu kan?,” ujar hakim Agustina kesal setelah saksi terlihat tetap saja tak merespon.
Hakim Agustina Lamabelawa kemudian bertanya ke saksi Christina Katipana dengan pertanyaan senada. “Oke 2012-2016 tidak dipertanyakan, tapi terkait 2017 ibu bendahara! setahu sodara ada dana penyertaan modal. Digunakan dana untuk apa juga tidak tahu?,” masih hakim adhoc Tipikor itu.
“Pernah lihat tidak KMP Marsela berlabuh dimana, tahun berapa? Oke Tahun 2013. Yang saya mau tanyakan kalau begitu tahun 2016-2017 kapal itu ada dimana, sekali lagi dimana, juga tidak tahu?,” masih Agustina.
Tapi karena semua pertanyaan yang dicercarnya kepada ketiga saksi tidak ada jawaban, hakim anggota ini lalu menceramahi mereka semua satu persatu. “Ini aset daerah lalu gimana kalau tidak ada pertanggungjawaban? Minimal tetap disampaikan lah. Itu yang ingin digali oleh kami. Karena dasarnya ada pada BAP Jaksa bahwa aset ini nilainya sangat besar maka tidak mungkin tidak diawasi. Lalu barang itu disembunyikan dimana? Kalau tidak tahu bapa ibu domisili di sana tapi selaku kepala keuangan kalau sodara tidak tahu PT Kalwedo pakai uang berapa. Kalau itu juga tidak tahu lebih baik sodara fokus saja ke tugas sodara yang lain. Tidak perlu dipanggil sebagai pengawas lah. Padahal tanggungjawab itu ada pada diri sodara,” ujar hakim Agustina Lamabelawa terutama kepada saksi Noke Kwara.
Kekesalan hakim anggota ini tidak sampai di situ. Setelah menceramahi saksi-saksi yang terkesan menyembunyikan persoalan yang mereka tahu, hakim adhock tipikor ini lalu mengatakan, “Ini aset besar loh pak! Semoga jaksa tidak panggil lagi (saksi-saksi) yang 2012-2014,” sentil hakim Tipikor itu.(CIN-01)